Bismillah, Kutekadkan Diri Melanjutkan Studi di STAIL
Oleh : Mufakkirul Umam*
Bukan yang pertama kalinya tawaran itu datang kepada saya. Setiap Kali menghampiri,senantiasa membuat diri saya ingin sekali untuk mengambilnya. Akan tetapi di lain sisi, saya pun sadar bahwasanya akan menjadi problem besar apabila saya mengambilnya.
Cerita ini berawal ketika saya pamit ingin melanjutkan studi ke kampus STAI Luqman Al-Hakim,Surabaya. Dalam proses perizinan kepada pondok, saya mendapatkan tawaran untuk meneruskan pengabdian di pondok pesantren Hidayatullah celengkerang. Terlebih, pesantren sangat membutuhkan tenaga, karena masih proses perintisan.
Sebagai tambahan informasi. Sebelum sayamendaftarkan diri ke STAIL, saya mengisi waktu luang denganmembantu ustadz di tempat perintisan, di daerah Bandung.
Awalnya, saya kira ucapan ustadz itu cumasekedar basa-basi. Atau bercanda. Tapi, lambat laun saya menangkap keseriusan beliau. Waktu pun berlalu. Sampai pada suatu hari, ustadzku itu kembali menghubungi.
“Umam sudah antum (kamu) di sini saja,” ucap beliau. “Kalau antum tetap di sini, insya Allah pihak pesantren akan membiayai kuliah antum, sekaligus difasilitasi kendaraan untuk pergi ke kampus,” tawar beliau.
“Apalagi,” sambung beliau,“Warga-warga di sini (sekitar pesantren) sudah senang dengan kehadiran antum. Sangat disayangkan kalau antum pergi.”
Kata ustd seperti itu, lalu saya pun memberikan jawaban “Afwan (maaf) Ustadz, saya sudah kuliah di STAIL, dan saat ini sudah duduk di semester 2,” jawab saya.
Mendapat jawaban saya seperti itu,beliau pun sangat memaklumi.Akan tetapi, secara pribadi ajakan itu kembali membuat diri saya bimbang. Apalagi bila mengalkulasi tawaran yang berikan.
Tetang harapan warga sekitar yang ingin saya tinggal di tempat printisan yang sedang dikembangkan, juga membayangi pikiran. Sempat menyimpulkan, mungkin ini kesempatan sekali dalam seumur hidup saya. Maka dari itulah rasa bimbang menggelayuti diri.
Karena itu, di penghujung obrolan dengan ustadz, saya berucap,“Ustadz, insya Allah saya akan pikirkan dan pertimangkan lagi, mana yang harus saya ambil. Mohon doanya,” pintaku kepada beliau.
Jujur, kalau mau dibanding-bandingkan, di lokasi perintisan yang saya tempati sangat lah nikmat dari segi tempat. Warga- warga juga baik-baik sekaligus ramah. Jadi, sangat nyaman untuk berdomisili di sana, dan menjalankan amanah dakwah.
Bagaimana pun juga, alhamdulillah, saya pun sadar diri,kalau ilmu pengetahuan yang dimiliki masih sangat kurang, sebagai bekal membina anak-anak didik yang sedang saya didik di tempat perintisan. Itu catatan sederhana saya.
Sejak dibuhungi oleh ustadz, saya pun terus mendiskusikan persoalan yang tengah saya hadapi. Terutama teman-teman. Banyak masukan. Kebanyakan dari mereka menyarankan untuk melanjutkan studi di STAIL. Dengan berbagai argumentasi. Tapi tetap belum juga menennangkan hati dan pikiran.
Akhirnya saya pun berdiskusi dengan kedua orang tua untuk mengambil keputusan akhir. Karena bagi saya, kedua orangtua lah patokan dalam keputusan ini. Setelah dibicarakan akhirnya, terkuaklah, besar harapan keduanya untuk saya melanjutkan studi di STAIL.
Akhirnya saya memberikan jawaban kepada Ustadz. Alhamadulillah, Ustadz pun menerima keputusan saya dan memaklumi hal tersebut. Dan setelah menjalani perkuliahan (meski dengan secara on line), syukur kuucapkan kepada Allah, karena memang banyak hal (pengetahuan) yang aku dapatkan.
Semoga, apa yang tengah saya pelajari saat ini, benar-benar akan bermanfaat bagi diri, keluarga, dan umat Islam yang lebih luas di masa mendatang. Allahumma aaamiin.
*Mahasiswa STAIL Semester II
Tag:Story