Inilah Syarat Menjadi Organisatoris Progresif Menurut Imam Nawawi
Mahasiswa dan organisasi pergerakan, bak dua keping mata uang. Tak bisa terpisahkan. Mereka yang aktif, maka akan mengasah jiwa kepemimpinan seseorang secara alami, yang tidak akan pernah didapat di bangku kuliah.
Demikian papar Imam Nawawi, Ketua Umum Pemuda Hidayatulla Pusat, beberapa waktu lalu.
“Mahasiswa/pemuda yang aktif di organisasi, ia sudah terbiasa beradu argumen. Akrab pula dengan berbagai konflik antar pengurus. Berbeda pandangan. Bahkan terkadang bertolak belaka. Hal-hal ini menjadi pengasah kedewasaan dalam memimpin,” papar Imam Nawawi.
Keaktifannya di dunia organisasi, mulai dan Organisasi Otonom kampus, seperti LDK (Lembaga Dakwah Kampus), dan pernah menahkodai BEM STAIL, diakui oleh Imam sebagai anak tangga bagi dirinya, untuk mengasah jiwa kepemimpinan. Termasuk saat ini diamanahi Ketua Umum (Ketum) Pemuda Hidayatullah.
“Bila harus memilih, semasa aktif sebagai mahasuswa, organisasi yang paling terkesan, ketika memimpin BEM STAIL. Bagaimana harus berkordinasi dengan pengasuh untuk medisiplinkan mahasiswa sholat berjamaah. Memberikan teladan, dan seterusnya,” kata Imam.
Kunci Survive
Sebagai pemuda/mahasiswa muslim, Imam mengingatkan, agar dalam berorganisasi tidak cukup sebagai followers. Tapi haruslah menjadi sosok yang diperhitungkan. Mampu memberi dampak positif, bagi organisasi yang ia aktif di dalamnya.
“Kalau tidak demikian misinya, keberadaan kita jadi sia-sia. Istilah pribahasa Arabnya; Wujudihi kaadamihi (Keberadaanya sama dengan ketiadaannya,” jelas pimpinan redaksi majalah Mulia ini.
Untuk bisa melangkah ke sana, maka seorang organisatoris harus mampu membawa ide-ide segar, cemerlang, lagi orisinal.
Syarat untuk mendapatkan ini, haruslah aktif membaca. Baik itu literatur, maupun lingkungan yang berkembang di masyarakat. Termasuk dalam organisasi itu sendiri. Dengan demikian, terpetakanlah persoalan, dan dicarikan solusinya.
“Sering kali ide-ide baru itu berbenturan dengan para senior. Tidak apa-apa. Yang penting siapkan argumen yang kuat, bahwa apa yang disodorkan itu kebaikan untuk masa depan,” kata alumni master pendidikan Universitas Ibnu Khaldun ini.
Hal lain yang kudu diwanti oleh organisatoris muslim; harus mengedepankan adab dan memberi keteladanan.
Adab dalam berorganisasi itu penting ditegakkan, karena ini salah satu pokok dari ajaran agama. Terlebih, bila perselisihan datang dari para senior. Apalagi dosen dan guru. Jangan sampai adab ditinggalkan.
“Keberkahan ilmu akan lenyap, bila mana adab diabaikan, hanya karena berselisih pendapat. Para ulama telah mencontohkan dengan elegan, bagaimana mereka bersikap, ketika mereka berselisih pendapat,” terang Imam.
Adapun keteladanan, lanjut imam, adalah wahana untuk memberikan contoh sebagai calon pemimpin yang baik. Bahwa, aktivis organisasi itu selalu terdepan dalam segala hal.
Dalam hal ibadah (sholat jamaah), ia menjadi teladan nomor satu. Berada di baris terdepan. Dalam bidang akademik, ia mampu bersaing di level ‘atas.’ Tentang ketaatan terhadap peraturan kampus, ia memberikan contoh terbaik.
“Jangan sampai yang terjadi sebaliknya. Sejak aktif di organisasi, malah semuanya amburadul. Akademik pun hancur. Ini akan memberikan kesan buruk kepada orang lain dalam hal berorganisasi,” pungkas Imam. (Robinsah)
Tag:Alumni STAIL, Imam Nawawi